4.19.2015

Ruang Hening

Sudah lama sekali kita tak pernah bercengkrama seperti dulu.
Kebiasaan itu sudah lenyap.
Yang tertinggal hanyalah kenangan dan keheningan.
Hening...
Semua jendela sudah berdebu.
Hahaha.. debu-debu itu menghalangi pandangan dan menutupi terang yang berusaha menghampiri.
Debu-debu itu menjadi bukti ketiadaan.
Hening....
Ruang yang dulu kita tempati bersama sudah kosong dan terkunci.
Egois, tak ingin dikritik, tidak jujur, merasa disaingi, merasa kalah membuatmu mengunci ruang pertemuan itu.
Bukankah kita rekan?
Mengapa melihatku sebagai lawan dalam pertandingan?
Bukankah kita saling berbagi?
Mengapa harus merasa rendah diri?
Bukankah kita selalu berbeda?
Mengapa perbedaan membuatmu menjaga jarak?
Salahkah aku menjadi seperti aku yang sekarang?
Salahkan aku memilih jalan yang berbeda?
Salahkan aku mendapatkan pengalaman yang berbeda?
“Hah,” ujarku sambil menarik napas dalam-dalam.
Bukankah, mengapa dan salahkah sering hinggap dalam pikiranku setiap kali kulihat ruang itu.
Ruang itu benar-benar hening.
Ingin kuhancurkan ruang itu tapi rasa untuk tak menyakitimu membuatku jatuh dalam keheningan.
Tanpa kata dan tindakan.
Aku tak ingin menyakiti dan membuatmu merasa tidak leluasa.
Hening...
Tanpa suara.
Tahukah kamu bagaimana rasanya menangis dalam keheningan?
Rasanya mengelisahkan dan mematikan.
Aku tak mungkin berpura-pura tak melihat ruang itu.
Mustahil.
Aku tak tahu bagaimana denganmu, namun yang pasti aku telah menjadi ruang hening.
Ruang ciptaan kita.


4.17.2015

Tarian Perichoresis


Ketika saya memikirkan tentang cinta, kesetiaan, hasrat dan harapan maka yang terbayang dalam benak ialah tarian. Hmmm.... Tarian perichoresisPerichoresis  merupakan kata Yunani dari kata perichoreo yang berarti “mencakup, meliputi” atau perichoreuo yang berarti “menari sekeliling”. Tarian perichoresis adalah tarian yang mengundang yang lain untuk terlibat. Tarian yang berelasi, dinamis, penuh cinta, berhasrat, penuh harapan, dan tanpa pengecualiaan. Dalam tarian tersebut tidak ada yang berada pada posisi terutama, karena semua saling terkait, jalin-menjalin dalam perjumpaan dengan yang lain. Tarian yang berada dalam satu sama lain, merembes dan tanpa kekacauan.


Cinta, kesetiaan, hasrat dan harapan mempertemukan, menarik, merangkul dan menggerakan kita secara spontan dalam tarian perichoresis. Sangat mempesona, intim dan jalin-menjalin. 





Pertanyaannya ialah bagaimana tarian perichoresis tersebut dapat terjadi pada seseorang yang mencari pasangan hidup? Saya lebih memilih kata mencari daripada menanti. Menanti adalah tindakan yang pasif, sedangkan mencari menyatakan tindakan yang aktif. Dalam pencarian ada penantian namun dalam penantiaan tidak ada pencarian.

Tarian perichoresis hanya dapat terjadi jika ada penerimaan. Bagi saya dalam penerimaan harus ada kewaspadaan dan kepekaan. Saat saya menulis tulisan ini saya sedang menonton film pembunuhan yang berjudul when a stranger calls (omo... *geleng-geleng kepala* sangat menakutkan, mengerikan dan menegangkan iiiihhhhh ~~~mquejdndjlallpqeh  serem 100%). Nah, melalui film pembunuhan tersebut saya benar-benar diingatkan tentang pentingnya kewaspadaan dan kepekaan. Tanpa kewaspadaan dan kepekaan, kekacauan dapat terjadi. Kewaspadaan dan kepekaan dapat menegasi yang lain, tetapi bukankah dalam mencari pasangan hidup tindakan menegasi yang lain harus terjadi?

Hal yang perlu dicatat ialah penerimaan yang disertai oleh kewaspadaan dan kepekaan bukan hanya terjadi di pihak saya tetapi juga di pihak lain. Semua pihak berada dalam porsi yang sepadan. Saya bukanlah pihak yang ideal untuk membuat standar yang tinggi dan menetapkan orang lain untuk sesuai dengan standar yang saya tetapkan. Standar yang membuat orang lain pantas untuk menjadi pasangan hidup saya. Jika semua pihak bertindak demikian maka tidak ada tarian perichoresis. Pertanyaannya ialah apakah membuat standar adalah suatu kesalahan? Tentu saja jawabannya ialah tidak.

Saya boleh membuat standar namun saya harus menyerahkan semua standar yang saya buat tentang pasangan hidup kepada Allah. Di dalam Allah, bukan hanya dia yang berjuang tetapi saya dan kamu juga berjuang. Ketika seseorang berhasil meraih sesuatu yang ia perjuangkan dan terus berjuang untuk kita tanpa ada timbal-balik dari kita maka prosesnya menjadi tidak seimbang. Dalam hubungan jika hanya satu pihak yang berjuang maka hasilnya adalah kejenuhan, berhenti, dan mundur.  Sekali lagi saya katakan kita semua harus berjuang. Jangan jadi kucing garong ya wkwkwk (agresif mksd saya). Bersikaplah dengan santun, elegan, dan menawan.

Mencari pasangan hidup bukan hanya untuk mereka yang masih single tetapi juga untuk mereka yang berkomitmen dalam sebuah hubungan. Mencari pasangan hidup sama dengan berjuang. Dalam tulisan ini mencari pasangan hidup/berjuang berarti dua hal, yakni 1) bersedia untuk mengenal diri, menerima diri kita seutuhnya, mengoreksi diri, memperbaiki diri dan melakukan semua tanggung jawab kita dengan baik. Saat kita berubah menjadi pribadi yang lebih baik maka secara otomatis relasi dengan dia pun akan berdampak menjadi lebih baik lagi; 2) bersedia untuk mengenal dia dan menerima dia; dan 3) saling menjaga.

Kegagalan dalam cinta adalah masa lalu. Saat cinta “yang tepat” datang menyapamu maka ia bukan hanya membuat kebekuan hatimu mencair tetapi juga mempertemukan, menarik, dan menggerakanmu secara spontan dalam tarian perichoresis. Bukan hanya lagi cinta tetapi juga kesetiaan, hasrat dan harapan yang terlibat jalin-menjalin dalam tarian perichoresis antara saya/kamu dan dia. Selain itu kesalahan dan tantangan juga hadir dalam tarian perichoresis. Dalam berhadapan dengan kesalahan, maka kata maaf dan penyesalan dapat menguatkan dan memperindah tarian perichoresis. Namun pada pihak lain ia dapat menghentikann tarian perichoresis saat saya/kamu dan dia memilih untuk berhenti dan keluar dari tarian tersebut. Semua ada dalam pilihan kita, namun tanpa keterlibatan Allah tarian perichoresis tidak dapat terjadi.




Punya pendapat yang lain? It's okay. Semuanya punya suara untuk berkata ya dan atau tidak :)
hehehe.

With Love,
ABL