Minggu, 26 Juni 2011
Cerita ini merupakan suatu pengalaman suka dan duka bersama Yoan dan Lastri dalam proses mengerjakan tugas akhir dari Mata Kuliah Eklesiologi
Pada awalnya saya membuat makalah eklesiologi dengan penuh sukacita. Saya memilih judul ini karena konsep gereja sebagai peziarah adalah salah satu dogma dari gereja Katolik Roma sehingga pastilah tersedia banyak literatur yang memudahkan dalam pembuatan makalah ini. Selain itu, saya yakin bahwa wawancara dengan Romo dapat membantu saya guna penyelesaian makalah ini.
Saya mulai pergi mengunjungi St. Paulus Miki bersama Lastri untuk membuat janji wawancara dengan Romo namun batal karena kesibukan beliau. Keesokan harinya saya dan Yoan pergi mencari Gereja Kristus Raja di Tegalrejo. Walaupun sempat tersesat namun akhirnya kami dapat menemukan lokasi dari gereja tersebut. Berdasarkan informasi yang diterima dari salah satu jemaat yang disegani di gereja tersebut ternyata Romo juga memiliki kesibukan dan ia menyarankan agar kami pergi ke Ambarawa setelah mendengar penjelasan mengenai makalah yang akan kami tulis.
Pada hari itu juga, saya bersama Yoan dan Lastri pergi ke Ambarawa di sana kami bertemu dengan Bpk. Y. B. Suparanto. Beliau sangat ramah dalam melayani kami. Beliau bahkan mengatakan alangkah lebih baiknya jika kalian datang besok untuk menghadiri Misa yang akan dipimpin oleh Uskup Agung Semarang, Mgr Pujasumarta. Kalian dapat bertanya dengan beliau setelah Misa dilaksanakan. Kami sangat senang bahkan menyerahkan selembar kertas yang berisi judul makalah kami.
Keesokan harinya, pada pukul 18.00 WIB kami telah tiba di Ambarawa dengan selamat dan mengikuti Misa dengan penuh sukacita. Kami bahkan diterima dengan baik oleh Pak Madi, orang kepercayaan dari Uskup Semarang dan tamu-tamu yang datang dari Jakarta pada waktu itu. Kami mendapat makanan dan pulang juga dengan membawa makanan. Kami sempat berbincang-bincang dengan Romo namun karena kelelahan yang Romo rasakan maka beliau memberikan kepada kami alamat e-mail untuk memudahkan komunikasi kami dengan beliau. Kami dapat mengajukan pertanyaan-pertanyaan sehubungan dengan makalah yang akan kami tulis.
Kami sempat kecewa karena Romo tidak membalas e-mail kami namun kami tahu bahwa kesibukan beliau-lah yang menjadi penyebabnya. Hal ini tidak mengurangi semangat kami untuk mencari informasi. Inilah yang membuat kami untuk sekali lagi mengunjungi St. Paulus Miki. Pada hari Jumat (7/4), saya dan Lastri pergi ke St. Paulus Miki. Lastri memasuki ruangan kesekretariatan terlebih dahulu daripada saya. Ia bertemu dengan dengan seorang Mbak dan bertanya, “Selamat Siang, Apakah Romo ada?” Mbak itu pun langsung menunjuk Romo yang duduk di sofa sambil memangku kakinya dan membaca buku. Lastri pun menyampaikan maksud kedatangannya. Ia berkata, “Mbak, kami ingin berdiskusi dengan Romo beberapa menit saya.” Mbak ini pun meneruskan keinginan Lastri kepada Romo. Romo ini pun menjawab, “Emoh aku, diskusi seperti apa yang beberapa menit, saya lagi siap untuk dijemput.” Mbak itu pun tersenyum dengan kaget mendengar pernyataan Romo dan mengatakan bahwa Romo sedang menunggu jemputan untuk memimpin misa. Saya yang baru masuk di ruangan tersebut ketika mendengar jawaban dari Romo langsung melihat Lastri dan mengatakan, “Terima kasih Mbak dan Romo.” Kami pun meninggalkan tempat tersebut dan duduk di depan Gereja. Ternyata mobil yang dikatakan hendak menjemput Romo tidak datang-datang.
Saya bersyukur karena melalui tugas pembuatan makalah eklesiologi, saya mendapatkan pengalaman yang luar biasa dengan Romo. Saya berefleksi bahwa ternyata seorang Romo, pemimpin umat, yang seharusnya menjadi contoh, teladan yang baik bagi orang lain mampu untuk bersikap yang tidak sepatutnya. Awalnya saya bersama lastri kecewa tetapi pada akhirnya saya mencoba berpikir positif sambil menghibur diri bahwa mungkin pada saat itu Romo sedang stress dengan permasalahan yang dihadapinya sehingga membuat emosinya tidak stabil.
Makalah pun akhirnya saya selesaikan berdasarkan refleksi pribadi sebagai seseorang yang pernah bersekolah di sekolah Katolik maupun seseorang yang pernah pergi mengunjungi Gua Maria Kerep Ambarawa, wawancara dengan Bpk. Suparanto dan buku-buku serta bahan bacaan yang sesuai dengan judul makalah yang saya tulis.
Berdasarkan cerita ini maka saya melihat bahwa seorang Mahasiswa memiliki tanggungjawab untuk menyelesaikan tugas-tugasnya. Seorang Romo memiliki tanggungjawab dalam hal pelayanan. Tanggungjawab ini membawa setiap profesi memiliki kedudukan yang berbeda dan setiap orang pasti memiliki cara pandang yang berbeda dalam melihat setiap profesi tersebut. Seorang Mahasiswa akan di lihat orang sebagai seseorang yang bersifat aktif, kritis, kreatif, dll. Seseorang yag ditahbiskan sebagai Romo akan di pandang sebagai seorang yang suci, berkuasa, tokoh terpandang, pemberi nasehat, pengajar, ramah/baik, dll.
Bagaimana jika seseorang yang ditahbiskan sebagai Romo tidak mampu menjalankan/memiliki karakter-karakter yang seharusnya di miliki?
Bagaimana jika seorang Romo yang seharusnya memberitakan untuk tidak berbuat dosa menimbulkan akar kepahitan (dosa) bagi orang lain?
Pertanyaan yang paling mendasar, di atas semuanya itu adalah "Apakah ini (sikap Romo pada cerita di atas) etis atau tidak ?"
Saya baca artikel mbak bagus juga , tapi kalau menurut saya mbak, 1. positif thinking aja lah atas semua yang menimpa pada diri mbak. 2.seorang romo juga manusia yang tidak luput dari kesalahan.
ReplyDeletepertanyaan mbak : Bagaimana jika seseorang yang ditahbiskan sebagai Romo tidak mampu menjalankan/memiliki karakter-karakter yang seharusnya di miliki? semua itu kan ada batasan nya mbak , kalau sudah diluar batas pastinya seorang romo tadi akan di tegur atau bahkan di tindak sama pimpinan romo tersebut.
tetapi itu masih mending lho mbak , mbak cuma di perlakukan begitu , ada seorang suster yang dimarahi sama seorang ibu karena perlakuanya yang keterlaluan terhadap anaknya, begini kata2 nya : kamu jadi suster percuma !! setiap hari bacaanya kitab suci, berdoa setiap waktu kalau kamu kelakuanya seperti itu. ( permasalahnya secara detail ndak usah ya mbak ) dari cerita saya tadi paling tidak mbak bisa menggambarkan nya sendiri.
mungkin itu aja comment dari saya. salam GBU.
Makasih Mas ^^
ReplyDeleteIa, pertama saya marah atas perlakuan tersebut namun pada akhirnya sama mampu berpikir positif bahwa Romo tetap manusia yang terbatas.
Ternyata ada banyak peristiwa yg terjadi dan semua itu menjadi bukti bahwa sehebat apa pun seseorg, setekun apa pun org menjalankan aktifitasnya. Ia tetaplah manusia yg tdk luput dari kesalahan. Justru dari hal-hal inilah kita mampu melihat Tuhan dalam sudut pandang tindakan yg tidak semena-mena pada org lain. Tuhan berkati :D