Ini merupakan salah satu tulisan saya guna memenuhi tugas akhir mata kuliah "EKLESIOLOGI"
Bab VII dari Konstitusi Dogmatis tentang Gereja, Konsili Vatikan II mengemukakan gereja Musafir/gereja Peziarah. Pada bab ini dikemukakan bahwa dalam Yesus Kristus, kita semua dipanggil kepada Gereja dan di situ kita memperoleh kesucian berkat rahmat Allah. Gereja tersebut akan mencapai kepenuhannya dalam kemuliaan di Surga, bila tiba saatnya maka segala sesuatu diperbaharui secara sempurna dalam Kristus. Pembaharuan ini, janji yang diharapkan, telah dimulai dalam Kristus, digerakkan dengan perutusan Roh Kudus dan berlangsung terus dalam gereja. Adanya penerimaan tentang hidup yang fana sementara umat melakukan atau pun menyelesaikan pekerjaan yang dipercayakan kepada mereka dengan baik, dalam pengharapan akan adanya kebahagiaan di masa mendatang. Gereja ditandai oleh kesuciaan yang sesungguhnya tidak sempurna. Akan tetapi, akan tiba saatnya langit dan bumi baru terwujud yang diwarnai keadilan. Gereja yang tengah mengembara dalam sakramen dan lembaganya ini, mengemban citra zaman sekarang yang akan berlalu. Gereja berada di tengah alam yang kini berkeluh-kesah dan menanggung sakit bersalin serta merindukan saat anak-anak Allah dinyatakan. Selama mendiami tubuh ini, umat masih jauh dari Tuhan dan berkeluh kesah dalam hati serta mempunyai keinginan untuk bersama dengan Tuhan. Oleh karena itu, umat berusaha untuk dalam segala hal berkenan/menyenangkan hati Tuhan. Umat hidup dalam takut akan Tuhan. Umat pun berusaha untuk mengenakan perlengkapan senjata Allah supaya mampu bertahan dalam menentang tipu muslihat iblis serta mengadakan perlawan pada hari yang jahat. Akan tetapi, karena umat tidak mengetahui kapan datangnya hari itu maka umat wajib berjaga-jaga sesuai nasihat yang disampaikan oleh Tuhan agar setelah mengakhiri pengembaraan/perjalanan hidup di dunia ini, umat dapat hidup bersama dengan Tuhan memasuki pesta pernikahan dan pantas digolongkan sebagai mereka yang diberkati. Hal ini disebabkan oleh pemahaman bahwa sebelum umat memerintah bersama Kristus dalam kemulian-Nya, umat akan menghadap “takhta pengadilan Kristus, supaya masing-masing menerima ganjaran bagi apa yang dilakukannya dalam hidup ini entah itu baik atau pun jahat.” Pada akhir zaman “mereka yang telah berbuat baik akan keluar dan bangkit untuk kehidupan kekal, sedangkan mereka yang telah berbuat jahat akan bangkit untuk dihukum.” Maka dari itu, penderitaan zaman sekarang ini tidak dapat dibandingkan dengan kemuliaan yang akan dinyatakan kelak. Umat pun dalam keteguhan iman mendambakan pengharapan yang membahagiakan serta penyataan kemuliaan Allah dan penyelamat yang Maha Agung, Yesus Kristus, yang mengubah tubuh yang hina sehingga menyerupai tubuh-Nya yang mulia dan yang akan datang untuk dimuliakan di antara para kudus-Nya serta untuk dikagumi oleh semua orang beriman.
Gereja Musafir/peziarah menyadari sepenuhnya persekutuan dalam seluruh tubuh mistik Kristus. Gereja pun merayakan kenangan mereka yang telah meninggal. Ini dianggap sebagai suatu pemikiran yang saleh yakni mendoakan mereka yang meninggal supaya dilepaskan dari dosa-dosa mereka. Gereja selalu percaya bahwa Rasul-rasul dan para martir Kristus yang dengan menumpahkan darah telah memberikan kesaksian iman dan cinta kasih. Gereja sangat menghormati mereka bersama Santa Perawan Maria dan para malaikat Kudus serta memohon bantuan pengantara mereka. Mereka inilah yang merupakan kelompok orang yang meneladani keperawanan dan kemiskinan Kristus, mengamalkan keutamaan kristiani serta menampilkan kurnia-kurnia ilahi. Inilah yang wajib diteladani oleh setiap umat beriman. Melalui mereka, umat mendapatkan dorongan baru untuk hidup suci, mencapai persatuan dengan Kristus. Mereka yang sama-sama manusia seperti umat, namun secara sempurna menjadi serupa dengan citra Kristus. Inilah yang melatarbelakangi sehingga dalam diri mereka Allah menyapa umat dan menyampaikan tanda kerajaan-Nya kepada umat. Umat pun tidak merayakan kenangan orang-orang kudus tersebut hanya karena teladan mereka melainkan agar diteguhkannya persatuan segenap Gereja dalam Roh dengan mengamalkan cinta kasih persaudaraan. Seperti halnya persekutuan kristiani antara para musafir (para orang-orang beriman yang masih hidup) yang mengantarkan untuk dekat dengan Kristus, begitu pula keikutsertaan dengan para kudus yang menghubungkan umat dengan Kristus. Umat pun sudah sepantasnya mengucap syukur kepada Allah atas mereka.
Gereja bagaikan seseorang yang berada dalam suatu pejalanan dan belum tiba di tempat tujuan namun terus di dorong maju oleh suatu kerinduan untuk mencapai tujuan ziarah. Gereja sebagai peziarah pun adalah dasar dari surat Apostolik Paus Yohanes Paulus II “Tertio Millennio Adveniente” yang mengemukakan bahwa seluruh kehidupan Kristiani bagaikan suatu ziarah agung menuju rumah Bapa.
Surat Petrus yang pertama termasuk ke dalam surat-surat Perjanjian Baru yang dikenal sebagai surat-surat Katolik atau umum sebab surat ini diterima sebagai Tulisan Suci oleh semua gereja. [3] I Petrus merupakan surat edaran pada jemaat di Asia Minor. Pembacanya ada di tempat buangan dan terasing. Ini dapat berarti bahasa figuratif dikarena dunia ini dianggap sebagai tempat sementara (1:13,17) dan menunjuk pada masyarakat marginal (jemaat yang mengalami penganiayaan). Penulis surat ini tidak diketahui identitasnya walaupun dalam tradisi tua menyebutkan bahwa I Petrus benar karangan rasul Petrus. I Petrus adalah salah satu di antara beberapa surat pesudonimus di bawah nama Petrus (Injil Petrus, Kisah Petrus, Surat-surat Petrus yang lain).[4]
Berdasarkan pemahaman eklesiologi yang saya dapatkan melalui penjelasan Bpk. Yusak B. Setyawan dalam perkuliahan Eklesiologi mengenai gereja sebagai peziarah menurut I Petrus maka saya dapat mengemukakan bahwa gambaran gereja yang menonjol dari I Petrus ialah Gereja sebagai “orang asing” dan “peziarah”. Referensi mengenai Israel tidaklah nampak. Umat baru Allah, dipahami sebagai orang asing/pendatang di dunia ini. Gereja sebagai peziarah (paroikhia) harus hidup dalam takut akan Tuhan (1:17). Hidup ini hanya sementara, orang kristen hanya menumpang dalam dunia ini, sehingga segala hal yang menyenangkan/berkenan kepada Allah dilakukan dan mereka menjadi orang-orang yang hidup dengan takut akan Tuhan. Penulis I Petrus juga melihat dunia ini sebagai tempat yang penuh dengan pencobaan dan penderitaan, namun demikian sukacita pemilihan dan pembebasan harus dialami dan persekutuan persaudaraan menguatkan satu sama lain. Penulis memandang kehidupan Kristen di dunia ini dan sifat Gereja sebagai eskatologis.
Orang-orang pendatang dalam I Petrus 1:1-2 dikenal juga sebagai orang-orang yang dipilih sesuai dengan rencana Allah dan yang dikuduskan oleh Roh yakni suatu kelompok yang telah diprakarsai oleh Allah. Kelompok ini merupakan suatu kesatuan yang hanya berdasarkan keselamatan oleh Allah di dalam Kristus. Gagasan mengenai orang-orang pendatang ini yang akan sangat mempengaruhi tingkah laku ( I Petrus 1 : 17).[5] Dalam surat ini pun penulis mengemukakan tentang kehidupan orang Kristen yang benar dan baik (1 Petrus 2:11-17).
Jika melihat data-data yang telah dikemukakan maka saya melihat adanya kesamaan antara konsep gereja sebagai peziarah dalam Gereja Katolik Roma maupun konsep gereja sebagai peziarah dalam I Petrus. Mengapa ada kesesuaian diantara keduanya bahkan konsep gereja sebagai ziarah merupakan bagian yang penting dalam gereja Katolik Roma serta menjadi suatu cara umat Katolik dalam melihat kehidupan ini dan menentukan perilaku/perkataan dalam hidup sehari-hari?
Saya berpendapat bahwa ini dikarenakan keutamaan Petrus dalam gereja Katolik Roma. Seperti yang telah dijelaskan sebelumnya bahwa tradisi tua menyatakan bahwa Petrus-lah penulis dari surat I Petrus, walaupun di kemudian hari terjadi perdebatan yang meragukan hal ini namun masih banyak teolog-teolog yang mengakui bahwa penulis I Petrus ialah Petrus.
Kesamaan antara konsep gereja sebagai peziarah dalam Gereja Katolik Roma maupun konsep gereja sebagai peziarah dalam I Petrus. Kesamaan ini terletak pada pemahaman bahwa Gereja sebagai peziarah yang tengah mengembara di dunia ini. Akan tetapi, Gereja tersebut akan mencapai kepenuhannya dalam kemuliaan di surga (sifat gereja sebagai eskatologis). Umat Allah pun hendaknya hidup dalam takut akan Tuhan karena hidup ini hanya sementara. Umat pun hendaknya hidup dalam suatu persekutuan persaudaraan yang menerapkan cinta kasih antara satu sama lain. Kesamaan pandangan ini membawa kita pada suatu kesimpulan bahwa konsep gereja sebagai peziarah menurut I Petrus benar-benar diaplikasikan dalam gereja Katolik Roma. Di samping itu terlihat adanya suatu pengembangan dari konsep gereja sebagai peziarah menurut I Petrus dalam gereja Katolik Roma yakni pemahaman bahwa persekutuan persaudaraan itu bukan hanya umat Allah yang masih mengembara di dunia ( yang masih hidup) namun juga mereka yang meninggal dan mengalami penyucian serta yang telah menikmati kemuliaan. Orang-orang kudus/orang yang telah meninggal dan mendapatkan kemuliaan karena darah mereka yang merupakan kesaksian iman dan cinta kasih merupakan penghubung atau perantara antara umat Allah dengan Allah sehingga umat kemudian memohon bantuan perantara mereka. Inilah alasan dibalik ziarah yang dilakukan oleh para umat Katolik Roma.
Gereja sebagai institusi mempunyai peran yang mendominasi gereja Katolik Roma. Hal ini terlihat dari pengertian gereja Katolik Roma itu sendiri yakni sebagai adalah persekutuan Kristen yang dipimpin oleh Paus, Uskup Roma, dan percaya pada keyakinan yang dijelaskan dalam kredo dan keputusan yang dibuat oleh konsili gereja awal. Pada pengertian ini, kita bisa melihat ciri khas dari gereja sebagai institusi yakni terdapat penekanan pada kekuasaan dan otoritas hierarkis, posisi klerus diutamakan pada hierarki, penekanan pada aspek yuridis (hukum dan sanksi) dan sifat triumfalis Gereja (kesatuan tempur). Gambaran dari hierarki gereja seperti sebuah piramida dimana pada bagian bawah, bagian yang paling luas adalah tempat dari kaum awam (semua orang beriman kristiani kecuali mereka yang termasuk golongan imam atau status religius yang diakui dalam Gereja) dan yang paling atas adalah Paus. Infalibilitas Paus adalah bukti konkret dari gereja sebagai institusi.
Konsep gereja sebagai peziarah menurut I Petrus, benar diterapkan dalam gereja Katolik Roma, akan tetapi terdapat perkembangan pemikiran dari konsep gereja ini yakni gereja yang digambarkan sebagai peziarah yang sedang mengembara di dunia ini dan umat Allah sebagai orang asing yang hidup menumpang di dunia ini sehingga diterapkanlah suatu hidup yang takut akan Allah, berkembang menjadi suatu pemahaman untuk menghormati dan berdoa kepada orang-orang kudus dengan cara berziarah ke tempat-tempat suci tertentu dengan maksud untuk meminta bantuan perantara atau sebagai penghubung antara umat Allah dengan Allah. Konsep gereja ini menjadi suatu cara umat Katolik dalam melihat kehidupan ini dan menentukan perilaku/perkataan dalam hidup sehari-hari.
DAFTAR PUSTAKA
Barclay, William, Penulis dan Warta Perjanjian Baru, Ende : Nusa Indah, 2010
........................., Pemahaman Alkitab Setiap Hari : Surat Yakobus, 1&2 Petrus, Jakarta : BPK Gunung
Mulia, 1983.
..........................., Introduction to the New Testament Faculty of Theology, Salatiga, 2010.

Dulles, Avery, Model-Model Gereja, Ende : Nusa Indah, 1987.
Duyverman, M. E., Pembimbing ke dalam Perjanjian Baru, Jakarta : BPK Gunung Mulia, 1996.
Guthrie, Donald, Teologi Perjanjian Baru 3, Jakarta : BPK Gunung Mulia, 1999.
Hahn, Scott, Mengapa Beriman? (Memahami, Menjelaskan dan Membela Iman Katolik), Malang: Dioma, 2008.
Hardawiryana, R. (penerjemah), Dokumen Konsili Vatikan II, Jakarta : Obor, 1993.
Jacobs, Tom, Gereja menurut Vatikan II, Yogyakarta : Kanisius, 1987.
Rausch, Thomas P., Katolisisme (Teologi bagi Kaum Awam), Yogyakarta : Kanisius, 2001.
Ray, Stephen K., Upon This Rock, San Fransisco : Ignatius Press, 1999.
Setyawan, Yusak, Handouts Eklesiologi Fakultas Teologi UKSW, Salatiga.

Disini Karunia Allah Mengalir : Buku Kenangan Gua Maria Kerep Ambarawa, Ambarawa : Tim Pengelola Gua Maria Kerep, 2010.
[1] Yusak B. Setyawan, Handouts Eklesiologi Fakultas Teologi UKSW,Salatiga, hal. 1-4.
[2] Diunduh dari http://azteria.blogspot.com/2008/08/iman-katolik.html, pada hari Selasa, 5 April 2011.
[3] William Barclay, Pemahaman Alkitab Setiap Hari : Surat Yakobus, 1& 2 Petrus, (Jakarta, 2010), Hal. 219-220.
[4] Yusak B. Setyawan, Introduction to the New Testament, (Salatiga, 2010), hal. 82-84.
[5] Donald Guthrie, Teologi Perjanjian Baru 3, (Jakarta, 2001), hal. 116.
[6] Stephen K. Ray, Upon this Rock, (San Francisco, 1999), Hal. 23.
[7] Disini Karunia Allah Mengalir : Buku Kenangan Gua Maria Kerep Ambarawa, (Ambarawa, 2010), hal 1-6.
No comments:
Post a Comment