2.24.2014

Bersama Mereka Aku Bahagia


Kemarin adalah hari yang sangat menyenangkan.

Anak-anak sekolah minggu semakin rindu untuk mengikuti ibadah Sekolah Minggu.
Suatu perubahan terjadi dalam diri anak-anak ini. Mereka yang pada awalnya malas, susah untuk bangun pagi dan bahkan acuh tak acuh menjadi rindu untuk beribadah, bahkan si lucu Kailo, yang walaupun hari ini sakit, tetapi tetap ingin ke sekolah minggu karena merindukan kebersamaan bersama kami.

Melihat kerinduan di wajah dan semangat mereka, aku hanya bisa mengatakan terima kasih Tuhan. Terima kasih juga untuk kakak-kakak layan yang telah saling membantu sehingga tercapai perubahan yang luar biasa ini. :)

Hmmm,
Banyak pengalaman yang kulewati bersama mereka.

Minggu lalu Chelsea dengan wajah yang polos berkata, “Kak, Kakak hamil ya?”
Wah, perkataan Chelsea yang polos tersebut seperti kilat di Siang bolong yang memaksaku memegang perut sambil cengar-cengir dan menjawab, “wah, Kakak khan belum nikah, bagaimana mungkin kakak hamil? hehehehe.”
Yabes, salah seorang anak sekolah minggu langsung masuk dalam percakapan dengan mengatakan, “Kak di perut Kakak, ada anak ya?”
Wow, kilat itu ternyata belum pergi semakin menyambar di hati dan pikiranku. Jawabku, “Wah, gak ada, Kakak belum hamil, hehehehe.”
Chelsea pun berkata lagi, “truz kenapa perut kakak buncit? ada anak di perut kakak.” Perkataan tersebut diikuti oleh pelukan dan elusan Yabes untuk perutku.
wah3x. Speechless. Entah mau ngakak, sakit hati, membantah lagi, aku speechless. hehehehe.
Akhirnya, kualihkan pembicaraan tersebut dengan mengatakan, “Ok, bukannya kita maw pergi? ayooo udah telat ini hehehehe.”
Hahhh, akhirnya pembicaraan soal perut pun berakhir.

Minggu ini, ternyata pembicaraan tersebut belum berakhir. Giliran Arter yang bertanya, “Kak, Kakak hamil ya?”
“Omo, perutku ini gak besar-besar amat kenapa semua anak-anak ini terus-terusan bertanya ya.. Hmmm. Sepertinya aku harus beli kemben dan ikut fitness”, seruku dalam hati.
Akhirnya aku memilih untuk bilang, “Ia, Minggu depan Kakak melahirkan loh, hehehehe.”
Arter pun menjawab, “Ia, anaknya Kakak nanti mirip Artur khan?” Hmmm, ckckckck. Anak-anak sekarang. Masa Guru Sekolah Minggu-nya diganggu sama anak Sekolah Minggu sendiri. hehehehe.
Akhirnya, kak Cindy pun berkata, “Wah, Kak Astrid dan Kak Cindy sayang sama kalian semua loh, jadi jangan di ganggu seperti itu lagi ya.”
Aku pun hanya cengar-cengir sambil berkata, “Ia, hehehehe.”

Bersama mereka (anak-anak sekolah minggu), aku bahagia.
Sangat bahagia :)

With Love,
ABL

2.21.2014

Stay On or Move On?

Wow....
Menikmati waktu di Gramedia adalah hal yang tepat buat kamu yang sedang kehabisan ide.
Membaca judul buku dan liat blurb buku-buku yang menarik saja sangat menyegarkan otak yang mengalami kebuntuan. (Yah, kalo sahabat blogger punya duit lebih, saranku sih dibeli aja daripada nyesel... hehehehe)

Ok, ada satu novel yang menarik perhatianku.
Judulnya: Cinta. (baca: cinta dengan titik)












   


Hal yang mengesankan ialah blurb-nya.


"Mengapa cinta membuatku mencintaimu,
ketika pada saat yang sama
kau mencintai orang yang bukan aku?

Ketika telah membuka hati,
aku pun harus bersiap untuk kehilangan lagi.
Apakah setelah cinta memang harus selalu ada
air mata dan luka hati?

Kalau begitu,
bagaimana jika kita bicarakan satu hal saja.
Cinta.
Tanpa ada yang lain setelahnya.
Kita lihat ke mana arahnya bermuara."

Nah, blurb bagian pertama itu sangat menarik. 
Aku mulai bertanya ia ya, sepertinya gak adil banget karena cinta mengijinkan kita untuk mencintai dia yang mencintai orang lain.
Betapa sakit banget ketika kita harus selalu menyimpan sebuah nama tanpa mengatakannya kepada dia yang kita sayangi. Ketakutan untuk lebih terluka menjadikan kita bersembunyi, tetapi pada saat yang sama kita justru semakin terluka.
Hmmm, harus dilupakan, dikubur dalam-dalam atau diingat saja?

Nah, satu novel lagi yang menarik ialah You are the Apple of My Eye.

 



















Novel ini memang sudah di-film-kan. Aku udah nonton filmnya, tapi membaca novelnya sangat mengasyikkan. Dunia novel itu membawa kita dalam rasa yang berbeda :)

Ok, hubungan novel ini dengan novel pertama yang tadi kusebutkan ialah novel kedua ini memiliki jawaban atas pertanyaan yang berada dalam blurb novel pertama tadi. :) Suatu jawaban nyata loh, mengingat novel You are the Apple of My Eye adalah sebuah novel yang ditulis berdasarkan kisah nyata penulisnya.

Jawabannya terdapat dalam hal 341-342.
"meskipun pada akhirnya cinta itu tidak membuahkan hasil, tetapi selama pernah berkembang, warnanya tetap cerah. Aku tidak pernah menyesal mengalami pengalaman indah itu di masa mudaku... cerita yang tidak selesai. Di tangan orang lain, ceritanya berkembang, warnanya pun terlihat terang".
 

Guys,
balik ke pertanyaan sebelumnya:
harus dilupakan, dikubur dalam-dalam atau diingat saja?


Bagiku, jawabannya ialah beranilah untuk mengingat dan berjuang mendapatkan cinta itu. Ketika cinta itu memang pantas dan tepat untuk diperjuangkan.
Berhentilah berjuang ketika dengan cara tersebut kalian mengetahui bahwa dia akan bahagia.


Mengingat itu tidak akan membuat kalian trauma dalam percintaan, dendam, sakit hati, terluka dan lain-lain. Justru ketika kalian memilih untuk mengingat dalam cinta dan ketulusan, kalian akan termotivasi menuju babak cinta yang berikutnya.
You are the Apple of My Eye menjadi satu kisah indahnya mengingat dia yang tidak ditakdirkan untuk kita.
Yah, semua pasti membutuhkan proses. Lama atau tidaknya tergantung masing-masing pribadi yang terlibat persoalan tersebut. :)


Guys,
Jangan takut untuk move on kalo itu memang cara yang terbaik, dan
Jangan takut untuk stay on kalo itu memang cara yang terbaik.

Punya pendapat yang lain? It's okay. Semuanya punya suara untuk berkata ya dan atau tidak :)
hehehe.

With Love,
ABL


2.20.2014

Penerimaan: Dasar dari Cinta



Penerimaan adalah hal yang paling diinginkan oleh setiap orang.
Bagi saya, penerimaan adalah kata yang menjelaskan bagaimana kita harus menerima seseorang secara otentik. Bukan hanya sekedar menerima, tetapi dengan menerima kita bertemu dan merangkul orang yang kita terima tersebut secara utuh, secara otentik. Just the way he/she is. :)
Penerimaan tersebut tidak menuntut balasan dari orang yang kita terima.
Penerimaan memikul konsekuensi yang sangat besar dalam dirinya.

Well,
Tidak pernah ada seorang pun yang ingin ditolak.
Tidak pernah ada seorang pun yang ingin diperlakukan secara semena-mena.
Tidak pernah ada seorang pun yang ingin menderita karena kesepian dan atau kesendirian.
Semuanya ingin diterima secara otentik.

Ketika kita menginginkan suatu penerimaan yang otentik sebenarnya kita telah digerakkan untuk menerima orang lain juga secara otentik.
Awalnya saya merasa ini teori yang sangat sederhana, suatu teori tentang hospitalitas.

Tanpa disadari,
saya dikejutkan oleh diri saya sendiri karena hal penerimaan yang tampaknya sangat sederhana tersebut belum saya kerjakan.
Saya memang diperhadapkan dengan begitu banyak orang dengan segala narasi kehidupannya.
Banyak pilihan-pilihan salah yang telah membuat mereka hancur.
Dalam kekristenan, pilihan salah tersebut dapat dikategorikan sebagai dosa.
Dosa seks pra-nikah sangat dominan dilakukan oleh orang-orang yang sangat saya cintai.

Yah, mereka memang berdosa, namun mereka telah mengakui dosanya di hadapan Tuhan.
Mereka telah meminta suatu pengampunan dosa.
Apakah Tuhan menjawab doa mereka?
Apakah dengan berdoa dosa mereka diampuni?
Well, saya tidak bisa menjawab pertanyaan tersebut. Pertanyaan yang mencakup aspek Yang Transenden.

Namun, hal yang saya ingin bicarakan bukanlah dalam bingkai pertanyaan tersebut.
Hal yang ingin saya tekankan adalah respon dari pihak kita kepada mereka.
Dapatkah kita menerima mereka?
Wah, saya mengalami sendiri bahwa sangat gampang untuk mengatakan bahwa, "Ya, kita dapat menerima mereka".
Namun, setelah sekian lama saya tersadar bahwa menerima itu bukan hanya mengajak mereka berbicara, tertawa, berjalan-jalan sambil menikmati makanan dan minuman, dan lain sebagainya.
Penerimaan itu menerima mereka secara otentik.

Jika calon suamimu mengaku bahwa ia pernah melakukan dosa seks pra-nikah apakah kamu tetap menjadikan dia sebagai pasanganmu?
Pada satu sisi, kamu sangat mencintainya. Pengakuannya sebelum menikah pun dikarenakan rasa cintanya yang begitu dalam. Kejujuran disertai oleh perasaan malu untuk membongkar aib yang selama ini ditutupi tersebut, haruskah disertai oleh pemutusan hubungan dari kita?

Berat khan?
Penerimaan itu bukan hal yang sederhana.
Kita ingin diterima, tapi siapkah kita menerima?

Menerima itu mengandung aspek mencintai dan mengampuni kesalahan, bukan dengan cara melupakan, karena bagaimana seorang mengampuni jika ia melupakan kesalahannya.
Well,
pada akhirnya saya belajar bahwa menerima itu mencintai orang yang kita terima secara otentik, merangkulnya dan perangkulan tersebut disertai dengan aspek pengampunan.

Siap untuk mencintai itu siap untuk terluka,
Siap untuk mencintai itu siap untuk meruntuhkan segala idealisme kita yang kadangkala sangat kita impikan.
Siap untuk mencintai itu siap untuk menerima kejujuran.
Siap untuk mencintai itu siap untuk mengampuni.
Siap untuk mencintai itu siap untuk berjumpa dalam perangkulan yang otentik.

Selamat mencintai ^_^

With love,
ABL